Ada suatu kisah seorang anak laki-laki yang  bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, dengan  hikmah ayahnya memberikan sekantong paku  dan mengatakan pada anak itu  untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah.
Hari  pertama anak itu telah melakukan 32 paku ke pagar setiap kali dia  marah. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa  ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memaku paku ke pagar.
Akhirnya  tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan  amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan  hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu  paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahukan ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya.
Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar.
“Hmm,  kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi lihatlah lubang-lubang di  pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya”
“Ketika  kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu dan perbuatanmu  meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain”
AMARAH adalah suatu FITRAH yang ada dalam diri manusia
Tetapi bila kita TIDAK  meLUAPkannya...
Maka itu adalah lebih UTAMA...
Karena luapan kemarahan hanya akan MENYAKITI orang lain yang akan 'terus MEMBEKAS'
Dan menjadi 'PENYESALAN' diri kita...
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surgayang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yangbertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya danmema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran : 133-134)
 Seorang lelaki datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam,


Tiada ulasan:
Catat Ulasan